Senin, 22 September 2008

sekarat

Katamu telah bersaksi
Kenapa hatimu mati?

Kau bilang telah salat
Kenapa runtuh?

Kau perlihatkan telah puasa
Kenapa rapuh?

Kau berkata telah sedekah
Kenapa masih miskin?

Ternyata kau hanya utamakan pelengkap sebagai pembungkus akhir.
Hajimu palsu

Syahadatmu belang
Sholatmu pincang
Puasamu menahan kenyang
Zakatmu selayang pandang

hebat, peci berganti setahun sekali

Ibarat,

Empat sehat
Tak kau santap
Dengan lengkap
Hanya susu yang kau lahap

Kau bilang “biarlah yang empat lewat, terpenting kelima”

Hhhhh, siapa sekarat?

3 komentar:

Fitri R.Ghozally Singadipha mengatakan...

Sebuah puisi sederhana namun sarat dengan kekuatan makna!

catatan salwangga mengatakan...

terimakasih atas kunjungannya. semoga selekasnya saya menyusul anda, penulis hebat.

meme story mengatakan...

puisi yg cukup nyentil hati ini...