Kamis, 06 November 2008

what you think, about...

“Hiburan orang mukmin berada dalam tiga hal: bersenang-senang dengan istri, bergurau dengan kawan, dan mendirikan shalat tahajud.” (Imam Muhammad Baqir)

Imaginasiku memang suka nyasar kemana-mana. Lah, gimana tidak. Saat nunggu kendaraan jemputan nasional (kereta) aku lebih asyik dengan buku. Maunya konsentrasi, lumayanlah, dapat selembar dua lembar. Aku cukup bersyukur diberikan kesenangan ini, membaca. Meskipun aku lakukan ini bukan untuk belajar, hanya sekedar senang. Jadi, jangan kau tanya sudah berapa banyak dan ilmu apa saja yang berhasil kuserap. Sungguh, aku membaca bukan untuk belajar atau mengikat makna, apalagi mengurainya. Aku hanya bersenang-senang. Sayangnya, kesenangan ini koq memberikan aku perasaan ambang bawah sadar beberapa kata yang meresap. Ajaib.

Memang, aku suka menuliskan beberapa kalimat yang menurutku layak untuk aku pikirkan sambil melamun. Setelah cukup lama melamun jorok, ini cukup efektif untuk melatih daya cerna penalaran dan melatih pikiran biar lempeng dikit. Nyatanya, sudut pikiranku tetap saja mengambil alih dalam saat-saat tertentu.

Sore ini, aku lebih tertarik mengamati sepasang (maunya sih muda mudi, tapi secara umur mereka sudah lebih 40. aku yakin itu. Penampakannya sudah jauh lebih berumur ketimbang aku) manula yang sedang bergandengan mesra. Aku tersenyum geli. Mereka, setua itu masih berani bergandengan –lebih tepat bergelayutan- tangan. Sesekali, kepala si wanita itu menempel manja di bahu pria yang lebih tinggi. Tunggu sebentar, wanita itu sepertinya masih sepantaran aku, atau sekitar 6 tahun lebih muda.

Masih tergelitik untuk mengikuti, entah penasaran apa ini namanya. Aku menemukan sebuah keganjilan diantara mereka. Aku belum tahu, apa itu. Sambil terus baca buku, saat kereta datang aku mengikuti pasangan itu. Mengambil duduk berseberangan, dan tahu persis apa yang mereka perbincangkan selama perjalanan. Ketawa cekikikan, becanda, berbagi makanan, tangan melingkar di leher, “koq mirip saat aku pacaran dulu”, pikirku. “hebat juga pasangan ini, dijalan saja bersenang-senang dengan renyah begini, bagaimana dirumah.”

Pas banget, dengan apa yang dikatakan buku. “bersenang-senang dengan isteri” merupakan hiburan orang mukmin. Aku katakan mukmin, karena saat wanita itu bersin berucap hamdalah. Umur mereka terpaut cukup jauh, padahal, tetapi pautan itu tidak membuat kecanggungan diantara mereka.

Tapi, saat sampai pertengahan perjalanan, keanehan terjadi. Saat si wanita itu beranjak, diikuti lelaki itu. Tak berapa lama, lelaki itu kembali masuk dan duduk ditempat semula. Dari luar jendela, wanita itu masih nyamperin dan jabat tangan. “besok digerbong tiga ya…”katanya. Dan, senyumnya itu loh, berharap banget pagi segera datang sehingga mereka berdua cepat bertemu untuk becanda kembali.

Wah, ini sih salah kaprah namanya. Hiburan orang mukmin itu bersenang-senang dengan istri, tetapi bukani istri orang lain. Istrimu sendiri. Lelaki itu, turunnya masih jauh bahkan setelah aku sampai tujuanku. “Besok, nguntit lagi ahhh… “ senyumku, “gerbong tiga!”

Lantas, bagaimana dengan bergurau? Sama. Kalau bisa menjadikan kawan seperjalanan menjadi partner becanda, isteri dan –apalagi- anak harus lebih dari itu. Tak jarang, (ini berarti sering) aku menjadikan sibotak itu (anakku) menjadi lawan becanda yang luar biasa hebohnya.

Pernah, sewaktu musim layangan. Aku beli layangan lima buah, beberapa gulung benang dan main sepuasnya dilapangan. Kami berdua sama-sama bertelanjang dada, sama-sama botak, berlarian ditengah tanah kosong dekat rumah. Jam sebelas siang sampai menjelang dhuhur, kami berdua teriak-teriak, ketawa ngakak, sesekali berebut menaikkan layangan. Hebatnya, tak satupun layangan berhasil mengudara. Semuanya robek. Terakhir, yang membuat kami memutuskan untuk bermain-main adalah, kakiku terantuk batu dan nyebur ke got sementara si botak diatas pundakku.

Kepala kecil itu, jelas-jelas terantuk batu. Muncul benjolan kecil, yang seharusnya menimbulkan rasa iba. Tetapi, aku tertawa dengan keras. Air mata hampir saja mengalir, tetapi si botak kecil itu malah menyambut tawaku dengan tawa yang lebih keras lagi. Ternyata, penderitaan kalau disikapi dengan gurauan (diterima dengan ikhlas) bisa menjadikannya tawa. Rasa sakit itu tidak lagi terasa.

Ya, aku menganggap anak dan isteriku, juga teman untuk bergurau. Disamping mereka-mereka yang tiap hari ketemu di jalan dan di kantor. kamu?

Ketiga adalah, mendirikan shalat tahajud sebagi hiburan. Kayaknya, susah deh. Aku mencoba mempraktekkan hal ini, ternyata cenderung menjadi beban. Bagaimana tidak, untuk bangun malam begitu berat rasanya.

Ada seekor setan (aku bilang seekor karena memang setan ini berekor, jangan tanya aku karena aku sendiri belum pernah melihatnya) bernama ar-Raha, menggoda hamba yang bangun di tengah malam bahwa waktu untuk beribadah belum tiba. Dia mengulang hal yang sama kapan saja hamba itu terbangun. Ketika berhasil menghalangi seorang hamba melakukan tahajud, maka setan itu akan mengencingi telinga hamba itu, menggerak-gerakkan ekornya, lantas lari menjauh.

Aku mendapati diriku, setiap malam pasti terbangun. Menurutku, kamu pun juga begitu. tak mungkin tidur non stop dari sore tahu-tahu subuh. Entah hanya melek sebentar trus mengira-ira “ini jam berapa ya” trus tertidur lagi. Atau juga, hanya sekedar terbangun tanpa melek sama sekali. Ini, biasanya kalau meraskan tubuh saking capeknya. Terlalu serakah dengan kegiatan di siang hari.

Sore hari sih, sudah kenceng banget keinginan untuk bangun malam trus tahajud. Tetapi, realisasinya, sungguh berbeda. Kau tahulah apa yang kumaksud dengan “sungguh berbeda”. Boleh jadi, dan ini pas banget dengan ucapan Baqir, si ar-Raha itu telah memenuhi kedua lubang telingaku dengan kencingnya. Tak jarang, subuhpun kelewat. Bahkan bangun tidur bukannya segar dan fit malah sebaliknya. Tubuhku loyo, dan tulang-tulang seperti dilolosi semua.

Bagaimana menjadikan tahajud menjadi kesenangan seorang mukmin kalau demikian? Waduh, aku pun bertanya-tanya lagi deh, “apa benar aku ini seorang mukmin?”

“Dengan menyebut Asma-Mu Ya Rabb, segala puja bagi-Mu, Wahai Pemilik kedermawanan, keagungan, dan ketinggian. Enghaku Maha Agung, memberi dan mencegah siapa yang Kau kehendaki. Hanya kepada-Mu aku mengadu saat sulit dan bahagia, Wahai Tuhanku, Penciptaku, Pelindungku, dan Suakaku. Duhai Sembahanku, dosa ini telah begitu menumpuk, menggunung, seberat bumi tempat aku berpijak. Sehingga begitu tertutup tubuh ini untuk menjadikan ketiga hal itu, bersenang-senang dengan isteri, bercanda dengan teman, dan menunaikan shalat tahajud sebagai hiburanku. Kelakuaku telah sedemikian membuat setan tertawa girang. Maka, ajari aku oh Tuhan, bisikkan ke dalam hatiku ini, bahwa ampunanmu jauh lebih agung dari dosaku yang menumpuk itu. Kalau Engkau tidak memberi ma’af-Mu, niscaya aku ini hanya seonggok dading yang terhina. Kemana lagi aku mencari pengampunan Ya Rabbi…”

aku menghela nafas, menelusuri jejak-jejak kaki selama ini. Ternyata, memang lebih banyak khilaf dan salah ketimbang sadarnya.

“Duhai Sembahanku, Engkau melihat kefakiran, dan kepapaanku, sedangkan Engkau mendengar munajatku yang tersembunyi. Sembahanku, jangan Kau putus harapanku dan jangan biarkan hatiku tersesat, karena asaku tertumpu pada aliran karunia-Mu. Ampuni hamba-Mu ini ya Rabbi….”

Senin, 03 November 2008

bajing (gak pake -an)

saat kecil, sekira 4 atau 5 tahun (belum sekolah) aku sering duduk didepan rumah. apalagi musim hujan. meskipun siang, matahari tetap saja tak begitu menyengat. ada banyak pohon besar di sekeliling halaman. yang, dua puluh lima tahun kemudian baru aku sadari, bahwa rumah itu (rumah orang tuaku, maksudku) sangat luas. ini, bila dibandingkan dengan dimana saat ini aku tinggal. perumahan type 21/60, satu pintu, satu jendela, satu kamar, satu atap, satu lantai, satu tempat tidur, dan satu isteri..he..he..he.. dirumah ibuku, jika aku di dapur, trus ada tamu di depan rumah memanggil, sebelum 7 kali panggilan tak bakalan aku sahutin. bukan karena budeg, tetapi memang jarak pintu depan ke dapur terlalu jauh. perlu teriakan ekstra untuk itu. belum lagi tembok dan bilik pembatas, cukup menghalangi.

siang hari, banyak sekali bajing berlompatan. terkadang mengajak bercanda dengan berseliweran didepanku. burung berkicau beraneka suara juga masih banyak. sekeliling rumah itu memang lebih mirip hutan, pohon kelapa, bambu, munggur, waru, nangka belanda, sawo, dan juga pohon randu kapas yang tinggi menjulang. burung beo dan burung kakak tua masih biasa menjadi peliharaan orang kampung. apalagi cuma burung perkutut. tidak laku, tidak seperti saat ini, seekor saja ada yang sampai 500 rb. kadang aku berpikir, apakah kalau dibikin sate, setusuknya jadi satu juta ya? kamu mau beli?

sore itu, saya main kerumah paman. di depan rumahnya ada keranjang berbentuk bulat seperti bola takraw besar. diameter satu meter, mungkin. ada semacam kayu yang dipasang melintang dan menyilang, seakan membelah kerangjang itu ditengahnya. bola itu bisa berputar kesegala arah. dengan ditopang beberapa pasak tentunya. pernah lihat globe? itu loh, peta bumi yang berbentuk bulet. bisa diputar ke segala arah kan? nah, keranjang itu juga seperti itu. hanya bedanya, didalam keranjang bola itu ditaruh bajing dan beberapa ranting bambu kecil, tebu, kacang tanah yang masih jadi satu dengan pohonnya. satu saja yang tidak ada, kelapa, kesukaan si bajing. sungguh tersiksa, makanan kesukaan malah tidak disediakan. ya, itu sih terserah majikan. toh si bajing ini sudah menjadi tawanan. mau atau tidak, suka atau tidak, hanya yang disediakan itu yang bisa dimakan!

bajing itu, selalu menjejakkan kaki-kakinya ke tuas bola keranjang, juga sepanjang permukaan bagian dalam. mencengkeram, berlompatan, secepat mungkin, berlarian sekuat tenaga. berputar-putar di dalam keranjang. praktis, keranjang itupun ikut berputar. seakan, tanpa lelah, bekerja keras terus menerus, istirahat sebentar hanya untuk makan, tidur, menjejakkan kaki lagi. begitu terus. aku suka sekali mengamati bajing itu. bahkan, kalau berhenti karena kecapaian, ranting ditanganku beraksi, sengaja aku godain biar terus berlari di dalam keranjang. aku sangat senang bila melihat keranjang itu berputar semakin cepat. sekuat apapun bajing itu bekerja keras, berlari, begitu bangun pagi di hari lain, minggu lain, bulan lain, bahkan tahun berikutnya, tetap saja di dalam lingkaran keranjang itu. tak beranjak. tetap di tempat.

sekarang, setelah lebih 25 tahun berlalu. siksaanku dan kegemaranku mempermainkan si bajing itu, kini menimpaku. Tuhan maha tahu, saat ini aku sedang mengalami sebagaimana bajing berlari sekuat tenaga. terkadang, aku berharap, pagi saat bangun tidur aku mendapati dunia baru, semangat baru, gairah baru. dan, memang benar, itu terjadi. tetapi, hal-hal baru itu hanya sekejap, sementara karena hanya sebatas "rasa", bukan actual. kenyataanya aku tetap di "dalam keranjang" untuk memulai lagi rutinitas harian. bangun pagi, berangkat kerja, sampai kantor, pulang, sampai rumah lagi. begitu seterusnya. kalau dibilang berkembang secara finansial, tidak juga. meskipun, pendapatan gaji bulananku lebih dari 20 kali lipat saat pertama kali masuk di paberik ini. dibanding inflasi dan tuntutan kebutuhan (dulu sih sendiri, masih ngontrak, tidak banyak pengeluaran) satu isteri plus dua anak. rasanya tak salah kalau kukatakan "jalan ditempat".

lebih parah lagi, aku merasakan, bukan hanya aku saja jalan ditempat, sementara diluaran sana perubahan terjadi setiap waktu begitu cepat. meskipun kaki dan tanganku, bahkan kucuran keringatku jauh lebih deras ketimbang bajing, nyatanya aku tetap di dalam keranjang ketika aku bangun pagi di hari-hari berikutnya. kenyataannya, jiwaku juga begitu. jiwaku masih terkungkung sebagaimana jasad. aku jadi berpikir, "apa bedanya aku sama bajing itu". perasaan sih, sudah sangat keras bekerja.

bajing sih wajar, binatang. jiwanya terbatas hanya sekedar nyawa. tapi, aku ini kan diciptakan sebagai manusia. yang katanya "makhluk paling sempurna". lantas, apanya yang sempurna? "pasti, ada yang salah nih", pikirku. berarti, -ini mungkin loh ya- boleh saja badanku bekerja keras dan terkungkung oleh keterbatasan (atau, kepengecutan?), tetapi aku masih punya jiwa yang harus segera aku bebaskan. inilah hidup yang semestinya lebih hidup. bagaimana caranya agar jiwaku bebas, lepas, kuat mencerminkan identitas diri ? inilah yang perlu dicari. bukan berarti bebas itu liar loh. sekali lagi, kukatakan disini, bebasnya jiwa, berarti lepas untuk menuju hakikat jiwa itu sendiri. bebas menjadi kuat, dan tidak kelaparan, tidak terbelenggu oleh dunia. dan, jiwa yang aku maksud disini lebhi identik dengan rukhani tetapi bukan rukhani semata-mata. jauh lebih kompleks dari itu.

posisiku, saat ini adalah pekerja. pernah ada yang menuliskan idiom bahwa "pekerja, bekerja keras agar tidak dipecat. pengusaha sekedar membayar secukupnya agar karyawan tidak berhenti kerja", rasanya, ini ada benarnya juga. lantas, apakah aku termasuk dalam kategori idiom ini?

oh iya, benar. bisa jadi, karena aku terlalu lemah. aku jadi teringat beberapa kalimat dari ustadz yusuf mansur dalam bukunya mencari tuhan yang hilang. sayang sekali, buku itu kini sedang dipinjam seorang teman (bisanya aku membuka buku yang pernah aku baca, bila menemukan sesuatu yang ingin kembali aku kupas sementara aku lupa-lupa ingat), sehingga aku hanya bisa mencoba mengingat sebisaku. intinya begini, dalam diri manusia itu ada enam hal yang bisa menjadikannya kekuatan luar bisa. akan diangkat derajatnya, jika mampu menggali dan menerapkannya. bukan dalam artian phisik saja, terutama jiwanya.

apa sajakah ke-enam hal itu, coba-coba mengingat dan menuliskannya kembali. dan, ternyata, ini dia:
pertama, kekuatan iman. tidak bisa dielakkan lagi, iman menduduki peringkat pertama yang memiliki daya dorong paling besar (paling tinggi) dalam kehidupan manusia. "kuatkanlah imanmu, murnikanlah tauhidmu. niscaya jiwamu memiliki pijakan mantab sekaligus sandaran vertikal yang kuat. kekuatan iman ini, bisa menjadi titik api bagi kekuatan-kekuatan lain. sederhana sebenarnya sih, iman ini cukup percaya bahwa diatas langit masih ada langit dan diatas segalanya masih ada kekuatan serba maha. si iman inilah yang bertugas mencari si serba maha itu.

kedua adalah, kekuatan percaya diri. nah, percaya diri inilah yang sering aku jadikan kambing congek atas ketidak berdayaanku. masih ada korelasinya dengan yang pertama tadi -iman-, barang siapa yang mengenal tuhannya, maka ia mengenal dirinya sendiri. dalam legenda jepang, dikenal adanya tiga benda yang dikabarkan memiliki tuah sakti. ialah, pedang, mutiara dan cermin. pedang melambangkan senjata (lihat saja amerika disegani karena canggih persenjataannya dan mencoba menekan iran ketika hendak mengembangkan teknologi nuklir -takut kesaingan), mutiara berarti uang (jelas saja, orang yang banyak uang lebih mudah berperanan -kekuatan pun bisa diperoleh dari sini), cermin melambangkan koreksi diri, atau mempertanyakan diri, bertindak hati-hati, penuh pemikiran terlebih dulu. dari ketika legenda itu yang paling sakti adalah "Cermin". cerna sendiri deh, kenapa.

trus, agak lupa nih. yang ketiga apa ya?

hmmm, ya. kekuatan pikiran positif. aku lebih mengenalnya dengan berbaik sangka atau istilah kerennya "positif thinking". biar dikira kebule-bulean, biar dikira pinter, biar dikira kumpeni, inggris dikit ga pa pa lah. bener juga, kata-kata positif lebih mempunyai daya dorong untuk mensupport rasa percaya diri, ketimbang kata-kata negative. aku pernah, mengatakan pada anakku yang kecil (rangga, 2,5 tahun) "hayo, kalau gak mau masuk. disitu ada tikus loh. kalau digigit sakit, berdarah", kataku. lantas aku berekspresi menyeringai menirukan macan sedang mengaum "haaawwwww...!!!" sambil tanganku menirukan cakar-cakar mengembang. efektif, si botak kecil itu (dia selalu cukur botak dari lahir hingga sekarang) berlari masuk rumah dari arah dapur. tapi, imbasnya, sampai sekarang ia takut ke dapur sendirian,"ada itus, anda atut - ada tikus rangga takut" katanya. ternyata, di dalam benak dan pikiran rangga ini, didapur, sendirian, adalah hal yang menakutkan karena akan ada tikus yang siap menggigit.

saat lain, aku main bola dengan dengan rangga. bola itu nyebur ke got cukup dalam. "ayo ambil, rangga kan hebat. di got itu cuma air. rangga kan suka air. paling basah. kotor dikit, tar cuci lagi gampang kok" kataku. efektif, si botak itu langsung nyebur ke got (belakangan, hal ini menjadikan ibunya marah-marah karena baju kotor semua) dan mengambil itu bola. hari-hari berikutnya, rangga tak segan nyebur got dan tidak pernah "takut" meskipun dibilang "ada cacing loh, ada kecoa, ada tikus" dan sebagainya. dalam benak rangga, di got itu tidak ada apa-apanya kecuali air. dan, air sungguh menyenangkan. itulah, positif thinking yang coba aku uraikan untuk memperjelas, bagaimana pengaruh engergi positif yang dihasilkan.

keempat, kekuatan perubahan. ini sih, sudah jelas banget. tak perlu dijabarkan lagi. setelah iman mantab, percaya diri tinggi, pikiran positif, perubahan menduduki peringkat selanjutnya. apapun, kalau mau lebih baik harus melalui pintu yang namanya "perubahan". bajing tadi, pergerakannya sama. berlari terus, tanpa mau berubah. makanya, tetap saja di tempat. sekuat dan sekeras apapun, keranjang tadi tetap mengurungnya. kalau saja, otak bajing tadi bisa berfikir dengan cerdik, tentulah ia akan mulai menggerogoti keranjang bambu sedikit demi sedikit. menciptakan lubang kecil, hingga akhirnya bertambah besar seiring gigitan berikutnya. sampai, badannya cukup muat dengan lubang itu. tapi, mana mampu ia berfikir. toh, di dalam keranjang itu sudah ada cukup makanan, permainan, dan juga, tempat tidur. ternyata, rutinitas bisa membutakan "intuisi" yang setiap saat seharusnya membaca peluang.

kekuatan sedekah, adalah hal yang kelima. ini, jelas berlaku hanya untuk manusia. kalau bajing tadi sih, apanya yang mau disedekahin. untuk hal sedekah ini, aku memiliki pengalaman unik. saat sedang mandi, tepatnya selesai mandi dan tinggal menggosok gigi, kupingku kemasukan air. ini sih, bukan hal baru lagi. dulu, waktu kecil sering mandi dikali dan soal kemasukan air sudah biasa. aku miringkan kepala, kembali memasukkan air kelubang telinga, diam sebentar. segera berbalik. dan, plong! air pun mengalir dengan sendirinya. tak perlu repot-repot. ada tetangga (ceritanya, ia ini kaum borju nih. tapi, kuper) anaknya kemasukan air. eh, malah dikorek-korek pakai kapas, itu tuh, cutton but. bukannya keluar, si bocah malah nangis kesakitan, kupingnya merah terlalu dalem dikorek. filosofinya, sederhanya ternyata; keluarkaan air dengan air. begitupun, sedekah. "oh, tentunya jiwaku juga akan semakin bebas dan kuat jika aku banyak sedekah" pikirku.

keenamnya adalah, kekuatan do'a (dan totalitas penyerahan diri). sangat jelas jelas. bagiku, pasrah dan ikhlas adalah kekuatan yang tidak ada lagi yang bisa menandingi. meskipun berada diurutan terakhir, karena asumsi secara "bahasa yang biasa" dasar kata-nya dalah "serah" atau"menyerah". ada cerita unik, seputar penyerahan diri ini. "ya udah mas, kalau memang dianggap sudah tidak pantas hidup lagi, bunuh saja aku" begitu kata seorang isteri yang sering dianiaya suaminya. si suami bengis, bukannya mengambil golok segera menebas leher si isteri (belakangan, ia ternyata isteri-isterian) malah duduk tepekur, menunduk. eh, bulan berikutnya, sudah resmi menjadi isteri syah.

do'a, ternyata muara segala muara dari setiap keinginan. pasrah, ikhlas, apapun yang terjadi.

ya, badanku memang di dalam keranjang "pabrik" ini, tetapi, aku bukan bajing. silahkan saja, badanku dicengkeram rutinitas kerja. tetapi, aku masih punya jiwa, yang justeru penuh potensi. biarkan jiwaku bebas menemukan jati diri.
bagaimana dengan anda?

*) bajing itu tupai, kalau kau belum tahu. makhluk paling lincah dan paling enerjik, tidak pernah mau diam. hobbynya nyuri kelapa. gigi dan taringnya sangat kuat. tetapi tak berdaya ketika ditaruh didalam keranjang bola. karena, pijakan kakinya selalu menyebabkan keranjang itu berputar. dan, ini (perputaran keranjang, aku ibaratkan sebagai perubahan dunia yang serba cepat) mengakibatkan si bajing lumpuh dengan dengan segala kelincahannya. walau ia bekerja sekeras (berlari sekencang) mungkin, saat bangun tidur tetap saja masih disitu-situ juga.



"duhai dzat yang maha pengampun dan yang maha menerima taubat.
hambamu datang bersama segunung dosa dan sehampar samudera khilaf.
bahkan bumi pun tak sanggup menanggung dosaku.
hanya keyakinanku yang berbisik, ampunan-Mu jauh lebih agung dan lebih luas dari itu.

wahai dzat yang maha suci, Engkau pula-lah yang menyucikan jiwaku.

ya Rabb, Engkau yang menciptakan aku, Engkau yang memelihara aku, Engkau yang mengatur aku.
ajari hambamu yang lemah ini, bagaimana memunculkan dan memupuk;
iman, percaya diri, baik sangka, perubahan, sedekah, dan berserah diri, agar menjadi kekuatan bagi diri.
sesungguhnya hanya Engkaulah yang maha perkasa, Engkau pula yang memberi kekuatan pada hamba.

cukuplah Engkau sebagai wali hamba, dan cukupkan Engkau sebagai penolong hamba.

amin.