Kamis, 06 November 2008

what you think, about...

“Hiburan orang mukmin berada dalam tiga hal: bersenang-senang dengan istri, bergurau dengan kawan, dan mendirikan shalat tahajud.” (Imam Muhammad Baqir)

Imaginasiku memang suka nyasar kemana-mana. Lah, gimana tidak. Saat nunggu kendaraan jemputan nasional (kereta) aku lebih asyik dengan buku. Maunya konsentrasi, lumayanlah, dapat selembar dua lembar. Aku cukup bersyukur diberikan kesenangan ini, membaca. Meskipun aku lakukan ini bukan untuk belajar, hanya sekedar senang. Jadi, jangan kau tanya sudah berapa banyak dan ilmu apa saja yang berhasil kuserap. Sungguh, aku membaca bukan untuk belajar atau mengikat makna, apalagi mengurainya. Aku hanya bersenang-senang. Sayangnya, kesenangan ini koq memberikan aku perasaan ambang bawah sadar beberapa kata yang meresap. Ajaib.

Memang, aku suka menuliskan beberapa kalimat yang menurutku layak untuk aku pikirkan sambil melamun. Setelah cukup lama melamun jorok, ini cukup efektif untuk melatih daya cerna penalaran dan melatih pikiran biar lempeng dikit. Nyatanya, sudut pikiranku tetap saja mengambil alih dalam saat-saat tertentu.

Sore ini, aku lebih tertarik mengamati sepasang (maunya sih muda mudi, tapi secara umur mereka sudah lebih 40. aku yakin itu. Penampakannya sudah jauh lebih berumur ketimbang aku) manula yang sedang bergandengan mesra. Aku tersenyum geli. Mereka, setua itu masih berani bergandengan –lebih tepat bergelayutan- tangan. Sesekali, kepala si wanita itu menempel manja di bahu pria yang lebih tinggi. Tunggu sebentar, wanita itu sepertinya masih sepantaran aku, atau sekitar 6 tahun lebih muda.

Masih tergelitik untuk mengikuti, entah penasaran apa ini namanya. Aku menemukan sebuah keganjilan diantara mereka. Aku belum tahu, apa itu. Sambil terus baca buku, saat kereta datang aku mengikuti pasangan itu. Mengambil duduk berseberangan, dan tahu persis apa yang mereka perbincangkan selama perjalanan. Ketawa cekikikan, becanda, berbagi makanan, tangan melingkar di leher, “koq mirip saat aku pacaran dulu”, pikirku. “hebat juga pasangan ini, dijalan saja bersenang-senang dengan renyah begini, bagaimana dirumah.”

Pas banget, dengan apa yang dikatakan buku. “bersenang-senang dengan isteri” merupakan hiburan orang mukmin. Aku katakan mukmin, karena saat wanita itu bersin berucap hamdalah. Umur mereka terpaut cukup jauh, padahal, tetapi pautan itu tidak membuat kecanggungan diantara mereka.

Tapi, saat sampai pertengahan perjalanan, keanehan terjadi. Saat si wanita itu beranjak, diikuti lelaki itu. Tak berapa lama, lelaki itu kembali masuk dan duduk ditempat semula. Dari luar jendela, wanita itu masih nyamperin dan jabat tangan. “besok digerbong tiga ya…”katanya. Dan, senyumnya itu loh, berharap banget pagi segera datang sehingga mereka berdua cepat bertemu untuk becanda kembali.

Wah, ini sih salah kaprah namanya. Hiburan orang mukmin itu bersenang-senang dengan istri, tetapi bukani istri orang lain. Istrimu sendiri. Lelaki itu, turunnya masih jauh bahkan setelah aku sampai tujuanku. “Besok, nguntit lagi ahhh… “ senyumku, “gerbong tiga!”

Lantas, bagaimana dengan bergurau? Sama. Kalau bisa menjadikan kawan seperjalanan menjadi partner becanda, isteri dan –apalagi- anak harus lebih dari itu. Tak jarang, (ini berarti sering) aku menjadikan sibotak itu (anakku) menjadi lawan becanda yang luar biasa hebohnya.

Pernah, sewaktu musim layangan. Aku beli layangan lima buah, beberapa gulung benang dan main sepuasnya dilapangan. Kami berdua sama-sama bertelanjang dada, sama-sama botak, berlarian ditengah tanah kosong dekat rumah. Jam sebelas siang sampai menjelang dhuhur, kami berdua teriak-teriak, ketawa ngakak, sesekali berebut menaikkan layangan. Hebatnya, tak satupun layangan berhasil mengudara. Semuanya robek. Terakhir, yang membuat kami memutuskan untuk bermain-main adalah, kakiku terantuk batu dan nyebur ke got sementara si botak diatas pundakku.

Kepala kecil itu, jelas-jelas terantuk batu. Muncul benjolan kecil, yang seharusnya menimbulkan rasa iba. Tetapi, aku tertawa dengan keras. Air mata hampir saja mengalir, tetapi si botak kecil itu malah menyambut tawaku dengan tawa yang lebih keras lagi. Ternyata, penderitaan kalau disikapi dengan gurauan (diterima dengan ikhlas) bisa menjadikannya tawa. Rasa sakit itu tidak lagi terasa.

Ya, aku menganggap anak dan isteriku, juga teman untuk bergurau. Disamping mereka-mereka yang tiap hari ketemu di jalan dan di kantor. kamu?

Ketiga adalah, mendirikan shalat tahajud sebagi hiburan. Kayaknya, susah deh. Aku mencoba mempraktekkan hal ini, ternyata cenderung menjadi beban. Bagaimana tidak, untuk bangun malam begitu berat rasanya.

Ada seekor setan (aku bilang seekor karena memang setan ini berekor, jangan tanya aku karena aku sendiri belum pernah melihatnya) bernama ar-Raha, menggoda hamba yang bangun di tengah malam bahwa waktu untuk beribadah belum tiba. Dia mengulang hal yang sama kapan saja hamba itu terbangun. Ketika berhasil menghalangi seorang hamba melakukan tahajud, maka setan itu akan mengencingi telinga hamba itu, menggerak-gerakkan ekornya, lantas lari menjauh.

Aku mendapati diriku, setiap malam pasti terbangun. Menurutku, kamu pun juga begitu. tak mungkin tidur non stop dari sore tahu-tahu subuh. Entah hanya melek sebentar trus mengira-ira “ini jam berapa ya” trus tertidur lagi. Atau juga, hanya sekedar terbangun tanpa melek sama sekali. Ini, biasanya kalau meraskan tubuh saking capeknya. Terlalu serakah dengan kegiatan di siang hari.

Sore hari sih, sudah kenceng banget keinginan untuk bangun malam trus tahajud. Tetapi, realisasinya, sungguh berbeda. Kau tahulah apa yang kumaksud dengan “sungguh berbeda”. Boleh jadi, dan ini pas banget dengan ucapan Baqir, si ar-Raha itu telah memenuhi kedua lubang telingaku dengan kencingnya. Tak jarang, subuhpun kelewat. Bahkan bangun tidur bukannya segar dan fit malah sebaliknya. Tubuhku loyo, dan tulang-tulang seperti dilolosi semua.

Bagaimana menjadikan tahajud menjadi kesenangan seorang mukmin kalau demikian? Waduh, aku pun bertanya-tanya lagi deh, “apa benar aku ini seorang mukmin?”

“Dengan menyebut Asma-Mu Ya Rabb, segala puja bagi-Mu, Wahai Pemilik kedermawanan, keagungan, dan ketinggian. Enghaku Maha Agung, memberi dan mencegah siapa yang Kau kehendaki. Hanya kepada-Mu aku mengadu saat sulit dan bahagia, Wahai Tuhanku, Penciptaku, Pelindungku, dan Suakaku. Duhai Sembahanku, dosa ini telah begitu menumpuk, menggunung, seberat bumi tempat aku berpijak. Sehingga begitu tertutup tubuh ini untuk menjadikan ketiga hal itu, bersenang-senang dengan isteri, bercanda dengan teman, dan menunaikan shalat tahajud sebagai hiburanku. Kelakuaku telah sedemikian membuat setan tertawa girang. Maka, ajari aku oh Tuhan, bisikkan ke dalam hatiku ini, bahwa ampunanmu jauh lebih agung dari dosaku yang menumpuk itu. Kalau Engkau tidak memberi ma’af-Mu, niscaya aku ini hanya seonggok dading yang terhina. Kemana lagi aku mencari pengampunan Ya Rabbi…”

aku menghela nafas, menelusuri jejak-jejak kaki selama ini. Ternyata, memang lebih banyak khilaf dan salah ketimbang sadarnya.

“Duhai Sembahanku, Engkau melihat kefakiran, dan kepapaanku, sedangkan Engkau mendengar munajatku yang tersembunyi. Sembahanku, jangan Kau putus harapanku dan jangan biarkan hatiku tersesat, karena asaku tertumpu pada aliran karunia-Mu. Ampuni hamba-Mu ini ya Rabbi….”

Senin, 03 November 2008

bajing (gak pake -an)

saat kecil, sekira 4 atau 5 tahun (belum sekolah) aku sering duduk didepan rumah. apalagi musim hujan. meskipun siang, matahari tetap saja tak begitu menyengat. ada banyak pohon besar di sekeliling halaman. yang, dua puluh lima tahun kemudian baru aku sadari, bahwa rumah itu (rumah orang tuaku, maksudku) sangat luas. ini, bila dibandingkan dengan dimana saat ini aku tinggal. perumahan type 21/60, satu pintu, satu jendela, satu kamar, satu atap, satu lantai, satu tempat tidur, dan satu isteri..he..he..he.. dirumah ibuku, jika aku di dapur, trus ada tamu di depan rumah memanggil, sebelum 7 kali panggilan tak bakalan aku sahutin. bukan karena budeg, tetapi memang jarak pintu depan ke dapur terlalu jauh. perlu teriakan ekstra untuk itu. belum lagi tembok dan bilik pembatas, cukup menghalangi.

siang hari, banyak sekali bajing berlompatan. terkadang mengajak bercanda dengan berseliweran didepanku. burung berkicau beraneka suara juga masih banyak. sekeliling rumah itu memang lebih mirip hutan, pohon kelapa, bambu, munggur, waru, nangka belanda, sawo, dan juga pohon randu kapas yang tinggi menjulang. burung beo dan burung kakak tua masih biasa menjadi peliharaan orang kampung. apalagi cuma burung perkutut. tidak laku, tidak seperti saat ini, seekor saja ada yang sampai 500 rb. kadang aku berpikir, apakah kalau dibikin sate, setusuknya jadi satu juta ya? kamu mau beli?

sore itu, saya main kerumah paman. di depan rumahnya ada keranjang berbentuk bulat seperti bola takraw besar. diameter satu meter, mungkin. ada semacam kayu yang dipasang melintang dan menyilang, seakan membelah kerangjang itu ditengahnya. bola itu bisa berputar kesegala arah. dengan ditopang beberapa pasak tentunya. pernah lihat globe? itu loh, peta bumi yang berbentuk bulet. bisa diputar ke segala arah kan? nah, keranjang itu juga seperti itu. hanya bedanya, didalam keranjang bola itu ditaruh bajing dan beberapa ranting bambu kecil, tebu, kacang tanah yang masih jadi satu dengan pohonnya. satu saja yang tidak ada, kelapa, kesukaan si bajing. sungguh tersiksa, makanan kesukaan malah tidak disediakan. ya, itu sih terserah majikan. toh si bajing ini sudah menjadi tawanan. mau atau tidak, suka atau tidak, hanya yang disediakan itu yang bisa dimakan!

bajing itu, selalu menjejakkan kaki-kakinya ke tuas bola keranjang, juga sepanjang permukaan bagian dalam. mencengkeram, berlompatan, secepat mungkin, berlarian sekuat tenaga. berputar-putar di dalam keranjang. praktis, keranjang itupun ikut berputar. seakan, tanpa lelah, bekerja keras terus menerus, istirahat sebentar hanya untuk makan, tidur, menjejakkan kaki lagi. begitu terus. aku suka sekali mengamati bajing itu. bahkan, kalau berhenti karena kecapaian, ranting ditanganku beraksi, sengaja aku godain biar terus berlari di dalam keranjang. aku sangat senang bila melihat keranjang itu berputar semakin cepat. sekuat apapun bajing itu bekerja keras, berlari, begitu bangun pagi di hari lain, minggu lain, bulan lain, bahkan tahun berikutnya, tetap saja di dalam lingkaran keranjang itu. tak beranjak. tetap di tempat.

sekarang, setelah lebih 25 tahun berlalu. siksaanku dan kegemaranku mempermainkan si bajing itu, kini menimpaku. Tuhan maha tahu, saat ini aku sedang mengalami sebagaimana bajing berlari sekuat tenaga. terkadang, aku berharap, pagi saat bangun tidur aku mendapati dunia baru, semangat baru, gairah baru. dan, memang benar, itu terjadi. tetapi, hal-hal baru itu hanya sekejap, sementara karena hanya sebatas "rasa", bukan actual. kenyataanya aku tetap di "dalam keranjang" untuk memulai lagi rutinitas harian. bangun pagi, berangkat kerja, sampai kantor, pulang, sampai rumah lagi. begitu seterusnya. kalau dibilang berkembang secara finansial, tidak juga. meskipun, pendapatan gaji bulananku lebih dari 20 kali lipat saat pertama kali masuk di paberik ini. dibanding inflasi dan tuntutan kebutuhan (dulu sih sendiri, masih ngontrak, tidak banyak pengeluaran) satu isteri plus dua anak. rasanya tak salah kalau kukatakan "jalan ditempat".

lebih parah lagi, aku merasakan, bukan hanya aku saja jalan ditempat, sementara diluaran sana perubahan terjadi setiap waktu begitu cepat. meskipun kaki dan tanganku, bahkan kucuran keringatku jauh lebih deras ketimbang bajing, nyatanya aku tetap di dalam keranjang ketika aku bangun pagi di hari-hari berikutnya. kenyataannya, jiwaku juga begitu. jiwaku masih terkungkung sebagaimana jasad. aku jadi berpikir, "apa bedanya aku sama bajing itu". perasaan sih, sudah sangat keras bekerja.

bajing sih wajar, binatang. jiwanya terbatas hanya sekedar nyawa. tapi, aku ini kan diciptakan sebagai manusia. yang katanya "makhluk paling sempurna". lantas, apanya yang sempurna? "pasti, ada yang salah nih", pikirku. berarti, -ini mungkin loh ya- boleh saja badanku bekerja keras dan terkungkung oleh keterbatasan (atau, kepengecutan?), tetapi aku masih punya jiwa yang harus segera aku bebaskan. inilah hidup yang semestinya lebih hidup. bagaimana caranya agar jiwaku bebas, lepas, kuat mencerminkan identitas diri ? inilah yang perlu dicari. bukan berarti bebas itu liar loh. sekali lagi, kukatakan disini, bebasnya jiwa, berarti lepas untuk menuju hakikat jiwa itu sendiri. bebas menjadi kuat, dan tidak kelaparan, tidak terbelenggu oleh dunia. dan, jiwa yang aku maksud disini lebhi identik dengan rukhani tetapi bukan rukhani semata-mata. jauh lebih kompleks dari itu.

posisiku, saat ini adalah pekerja. pernah ada yang menuliskan idiom bahwa "pekerja, bekerja keras agar tidak dipecat. pengusaha sekedar membayar secukupnya agar karyawan tidak berhenti kerja", rasanya, ini ada benarnya juga. lantas, apakah aku termasuk dalam kategori idiom ini?

oh iya, benar. bisa jadi, karena aku terlalu lemah. aku jadi teringat beberapa kalimat dari ustadz yusuf mansur dalam bukunya mencari tuhan yang hilang. sayang sekali, buku itu kini sedang dipinjam seorang teman (bisanya aku membuka buku yang pernah aku baca, bila menemukan sesuatu yang ingin kembali aku kupas sementara aku lupa-lupa ingat), sehingga aku hanya bisa mencoba mengingat sebisaku. intinya begini, dalam diri manusia itu ada enam hal yang bisa menjadikannya kekuatan luar bisa. akan diangkat derajatnya, jika mampu menggali dan menerapkannya. bukan dalam artian phisik saja, terutama jiwanya.

apa sajakah ke-enam hal itu, coba-coba mengingat dan menuliskannya kembali. dan, ternyata, ini dia:
pertama, kekuatan iman. tidak bisa dielakkan lagi, iman menduduki peringkat pertama yang memiliki daya dorong paling besar (paling tinggi) dalam kehidupan manusia. "kuatkanlah imanmu, murnikanlah tauhidmu. niscaya jiwamu memiliki pijakan mantab sekaligus sandaran vertikal yang kuat. kekuatan iman ini, bisa menjadi titik api bagi kekuatan-kekuatan lain. sederhana sebenarnya sih, iman ini cukup percaya bahwa diatas langit masih ada langit dan diatas segalanya masih ada kekuatan serba maha. si iman inilah yang bertugas mencari si serba maha itu.

kedua adalah, kekuatan percaya diri. nah, percaya diri inilah yang sering aku jadikan kambing congek atas ketidak berdayaanku. masih ada korelasinya dengan yang pertama tadi -iman-, barang siapa yang mengenal tuhannya, maka ia mengenal dirinya sendiri. dalam legenda jepang, dikenal adanya tiga benda yang dikabarkan memiliki tuah sakti. ialah, pedang, mutiara dan cermin. pedang melambangkan senjata (lihat saja amerika disegani karena canggih persenjataannya dan mencoba menekan iran ketika hendak mengembangkan teknologi nuklir -takut kesaingan), mutiara berarti uang (jelas saja, orang yang banyak uang lebih mudah berperanan -kekuatan pun bisa diperoleh dari sini), cermin melambangkan koreksi diri, atau mempertanyakan diri, bertindak hati-hati, penuh pemikiran terlebih dulu. dari ketika legenda itu yang paling sakti adalah "Cermin". cerna sendiri deh, kenapa.

trus, agak lupa nih. yang ketiga apa ya?

hmmm, ya. kekuatan pikiran positif. aku lebih mengenalnya dengan berbaik sangka atau istilah kerennya "positif thinking". biar dikira kebule-bulean, biar dikira pinter, biar dikira kumpeni, inggris dikit ga pa pa lah. bener juga, kata-kata positif lebih mempunyai daya dorong untuk mensupport rasa percaya diri, ketimbang kata-kata negative. aku pernah, mengatakan pada anakku yang kecil (rangga, 2,5 tahun) "hayo, kalau gak mau masuk. disitu ada tikus loh. kalau digigit sakit, berdarah", kataku. lantas aku berekspresi menyeringai menirukan macan sedang mengaum "haaawwwww...!!!" sambil tanganku menirukan cakar-cakar mengembang. efektif, si botak kecil itu (dia selalu cukur botak dari lahir hingga sekarang) berlari masuk rumah dari arah dapur. tapi, imbasnya, sampai sekarang ia takut ke dapur sendirian,"ada itus, anda atut - ada tikus rangga takut" katanya. ternyata, di dalam benak dan pikiran rangga ini, didapur, sendirian, adalah hal yang menakutkan karena akan ada tikus yang siap menggigit.

saat lain, aku main bola dengan dengan rangga. bola itu nyebur ke got cukup dalam. "ayo ambil, rangga kan hebat. di got itu cuma air. rangga kan suka air. paling basah. kotor dikit, tar cuci lagi gampang kok" kataku. efektif, si botak itu langsung nyebur ke got (belakangan, hal ini menjadikan ibunya marah-marah karena baju kotor semua) dan mengambil itu bola. hari-hari berikutnya, rangga tak segan nyebur got dan tidak pernah "takut" meskipun dibilang "ada cacing loh, ada kecoa, ada tikus" dan sebagainya. dalam benak rangga, di got itu tidak ada apa-apanya kecuali air. dan, air sungguh menyenangkan. itulah, positif thinking yang coba aku uraikan untuk memperjelas, bagaimana pengaruh engergi positif yang dihasilkan.

keempat, kekuatan perubahan. ini sih, sudah jelas banget. tak perlu dijabarkan lagi. setelah iman mantab, percaya diri tinggi, pikiran positif, perubahan menduduki peringkat selanjutnya. apapun, kalau mau lebih baik harus melalui pintu yang namanya "perubahan". bajing tadi, pergerakannya sama. berlari terus, tanpa mau berubah. makanya, tetap saja di tempat. sekuat dan sekeras apapun, keranjang tadi tetap mengurungnya. kalau saja, otak bajing tadi bisa berfikir dengan cerdik, tentulah ia akan mulai menggerogoti keranjang bambu sedikit demi sedikit. menciptakan lubang kecil, hingga akhirnya bertambah besar seiring gigitan berikutnya. sampai, badannya cukup muat dengan lubang itu. tapi, mana mampu ia berfikir. toh, di dalam keranjang itu sudah ada cukup makanan, permainan, dan juga, tempat tidur. ternyata, rutinitas bisa membutakan "intuisi" yang setiap saat seharusnya membaca peluang.

kekuatan sedekah, adalah hal yang kelima. ini, jelas berlaku hanya untuk manusia. kalau bajing tadi sih, apanya yang mau disedekahin. untuk hal sedekah ini, aku memiliki pengalaman unik. saat sedang mandi, tepatnya selesai mandi dan tinggal menggosok gigi, kupingku kemasukan air. ini sih, bukan hal baru lagi. dulu, waktu kecil sering mandi dikali dan soal kemasukan air sudah biasa. aku miringkan kepala, kembali memasukkan air kelubang telinga, diam sebentar. segera berbalik. dan, plong! air pun mengalir dengan sendirinya. tak perlu repot-repot. ada tetangga (ceritanya, ia ini kaum borju nih. tapi, kuper) anaknya kemasukan air. eh, malah dikorek-korek pakai kapas, itu tuh, cutton but. bukannya keluar, si bocah malah nangis kesakitan, kupingnya merah terlalu dalem dikorek. filosofinya, sederhanya ternyata; keluarkaan air dengan air. begitupun, sedekah. "oh, tentunya jiwaku juga akan semakin bebas dan kuat jika aku banyak sedekah" pikirku.

keenamnya adalah, kekuatan do'a (dan totalitas penyerahan diri). sangat jelas jelas. bagiku, pasrah dan ikhlas adalah kekuatan yang tidak ada lagi yang bisa menandingi. meskipun berada diurutan terakhir, karena asumsi secara "bahasa yang biasa" dasar kata-nya dalah "serah" atau"menyerah". ada cerita unik, seputar penyerahan diri ini. "ya udah mas, kalau memang dianggap sudah tidak pantas hidup lagi, bunuh saja aku" begitu kata seorang isteri yang sering dianiaya suaminya. si suami bengis, bukannya mengambil golok segera menebas leher si isteri (belakangan, ia ternyata isteri-isterian) malah duduk tepekur, menunduk. eh, bulan berikutnya, sudah resmi menjadi isteri syah.

do'a, ternyata muara segala muara dari setiap keinginan. pasrah, ikhlas, apapun yang terjadi.

ya, badanku memang di dalam keranjang "pabrik" ini, tetapi, aku bukan bajing. silahkan saja, badanku dicengkeram rutinitas kerja. tetapi, aku masih punya jiwa, yang justeru penuh potensi. biarkan jiwaku bebas menemukan jati diri.
bagaimana dengan anda?

*) bajing itu tupai, kalau kau belum tahu. makhluk paling lincah dan paling enerjik, tidak pernah mau diam. hobbynya nyuri kelapa. gigi dan taringnya sangat kuat. tetapi tak berdaya ketika ditaruh didalam keranjang bola. karena, pijakan kakinya selalu menyebabkan keranjang itu berputar. dan, ini (perputaran keranjang, aku ibaratkan sebagai perubahan dunia yang serba cepat) mengakibatkan si bajing lumpuh dengan dengan segala kelincahannya. walau ia bekerja sekeras (berlari sekencang) mungkin, saat bangun tidur tetap saja masih disitu-situ juga.



"duhai dzat yang maha pengampun dan yang maha menerima taubat.
hambamu datang bersama segunung dosa dan sehampar samudera khilaf.
bahkan bumi pun tak sanggup menanggung dosaku.
hanya keyakinanku yang berbisik, ampunan-Mu jauh lebih agung dan lebih luas dari itu.

wahai dzat yang maha suci, Engkau pula-lah yang menyucikan jiwaku.

ya Rabb, Engkau yang menciptakan aku, Engkau yang memelihara aku, Engkau yang mengatur aku.
ajari hambamu yang lemah ini, bagaimana memunculkan dan memupuk;
iman, percaya diri, baik sangka, perubahan, sedekah, dan berserah diri, agar menjadi kekuatan bagi diri.
sesungguhnya hanya Engkaulah yang maha perkasa, Engkau pula yang memberi kekuatan pada hamba.

cukuplah Engkau sebagai wali hamba, dan cukupkan Engkau sebagai penolong hamba.

amin.

Selasa, 14 Oktober 2008

ini loh, SMA ku yang dialiri sungai mekong itu

catatan : tulisan ini copas dari website SMAN 1 Prambanan

Sejarah Berdirinya SMA N 1 Prambanan


Pendirian SMA Negeri 1 Prambanan didirikan atas dasar cita-cita yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan maka disetiap daerah didirikan sebuah Sekolah Umum Tingkat Atas termasuk wilayah Prambanan.,dengan berdirinya SMA Negeri 1 Prambanan maka semakin lengkap lembaga pendidikan di wilayah kecamatan Prambanan disamping SMK dan SMA Swasta.Hal ini diharapkan semakin mampu mendongkrak kwalitas sumber daya manusia Indonesia khususnya di wilayah Prambanan.

SMA Negeri 1 Prambanan secara geografis terletak di jalan Prambanan Piyungan., sekitar 4 KM kearah selatan dari Candi Prambanan , tepatnya SMA Negeri 1 Prambanan beralamatkan di dusun Madubaru, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. SMA Negeri 1 Prambanan juga dikenal masyarakat Prambanan seperti nama dusun yang berdampingan dengan lokasi SMA Negeri 1 Prambanan yaitu dusun Gumuk, maka juga biasa disebut SMA Gumuk.

Perkembangan SMA Negeri 1 Prambanan dapat di lihat dari dekat, semakin memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini disebabkan karena dinamika perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukan kemajuan yang semakin berarti dan dapat diterima dihati masyarakat Indonesia khusunya masyarakat Prambanan dan sekitarnya.

Prestasi SMA Negeri 1 Prambanan semakin hari semakin membaik, hal ini dapat dilihat dari hasil kekulusannya yang semakin banyak masuk ke Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, sekaligus semakin banyaknya animo yang akan sekolah di SMA Negeri 1 Prambanan semakin lama semakin banyak. Oleh karena itu Pemerintah menyadari akan perlunya menambah kelas sehingga harus ada perubahan tipe dari tipe C yang membuka 3 atau 4 kelas setiap angkatan menjadi tipe B yang membuka kesempatan 6 kelas setiap angkatan. Hal ini memiliki konsekuwensi dengan menambah tenaga pengajar dan tenaga kerja. Guru dan karyawan semakin tahun bertambah semakin banyak mengikuti perkembangan sekolah yang di sesuaikan dengan kebutuhan, bahkan sampai sekarang masih meminta bantuan guru swata untuk mengabdikan diri di SMA Negeri 1 Prambanan dengan status wiyata bakti, honoer.

Sejarah SMA Negeri 1 Prambanan dapat kita pelajari melalui perkembangannya dari tahap demi tahap yang akan kita uraikan di dalam “SELAYANG PANDANG SMA NEGERI 1 PRAMBANAN”.

Dalam rangka memenuhi kewajiban Pemerintah menyelenggarakan system Pendidikan seperti tertulis dalam Undang Undang Dasar 1945 di seluruh tanah air Indonesia tidak ketinggalan di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Pada tahun 1985 didirikan sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri Prambanan yang terletak di Dusun Madubaru, Desa Madurejo, Kecamatan Prambanan,Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun sebelum gedung terselesaikan di bangun maka siswa dididik di SMA Negeri 1 Kalasan yang terletak di jalan Jogya Solo, Tepatnya di Dusun Bogem maka masyarakat juga menyebutnya dengan SMA Bogem.

Diawal berdirinya walaupun gedung belum dibangun namun karena sudah mulai menerima siswa sebagai subyek didik maka yang mengajar adalah Guru guru SMA Negeri 1 Kalasan dengan cara Prases belajar-mengajar dilaksanakan pada sore hari. Hal ini didasarkan disamping supaya tidak mengganggu proses belajar-mengajar SMA Negeri 1 Kalasan juga pada sore hari guru SMA Negeri 1 Kalasan bisa meluangkan waktunya untuk mengajar di SMA Negeri 1 Prambanan yang dititipkan di SMA Negeri 1 Kalasan.Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa apabila guru belum ada maka kepala sekolahpun juga belum ada yang menerima Surat tugas. Pada tanggal 1 Januari SMA Negeri 1 Prambanan mulai menerima guru difinitif yang pertama SK pertama sebagai guru adalah Bapak Dalimin yang dengan latar belakang pendidikan D3 jurusan Ekonomi Akutansi dari Universitas Sebelas Maret Solo Jawa tenggah.Bapak Dalimin sebagai penerima SK pertama maka dalam penulisan selayang pandang SMA Negeri 1 Prambanan beliau sebagai nara sumber dan sekaligus sampai sekarang Bapak Dalimin masih aktif mengajar Ekonomi Akutansi di SMA Negeri 1 Prambanan, disamping guru dan karyawan yang lain.

Periodesasi kepemimpinan di SMA Negeri 1 Prambanan :

III.1.1 Drs. Abdullah PW. 1985 - 1987Sebagai Kepala Sekolah pertama di SMA Negeri 1 Prambanan memangku jabatan dari tahun 1985 sampai 1987 dengan jumlah 3 kelas setiap pararel sehingga berjumlah 9 Kelas. Adapun sarana gedung yang sudah tersedia 9 ruang kelas,1 ruang guru, 1 ruang Kepala Sekolah, 1 ruang Tata Usaha dan 1 ruang laboraturium.

III.1.2 Edi Sugiarto 1987 - 1992Pada masa Kepemimpinan Bapak Edi Sugiyarto disamping mempertahankan jumlah kelas yang sudah dirintis Bapak Drs. Abdulah sebanyak 9 kelas untuk kelas 1 sampai kelas 3, karena semakin banyak animo siswa yang akan sekolah di SMA Negeri 1 Prambanan dan semakin adanya kepercayaan kepercayaan dari masyarakat maka pada usianya yang ke 4 SMA Negeri 1 Prambanan menambah 1 kelas setiap tingkatan. Hal ini menuntut sekolah untuk melengkapi sarana sekolah terutama ruang kelas dan tentu saja guru bidang study juga semakin dilengkapi. Ruang kelas sebagai tambahan dibangun yang kini ditmpati kelas XI IPS 2 , XI IPS 3, dan XI IPS 4.

III.1.3 Drs. Nick Kartomo,1992 – 1994SMA Negeri 1 Prambanan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. Nick Kartomo, semakin menunjukan dinamika yang semakin pesat banyak keputusan yang ditempuh untuk mempersiapkan sekolah untuk mengubah tipe dari tipe C menjadi Tipe B sehingga harus banyak mempersiapkan sarana yang harus dipenuhi sebagai sekolah Tipe B.

III.1.4 Drs. J Surono Wukir , 1994- 1995Pada masa Kepemimpinan Bapak Drs. J. Surono Wukir tidak banyak perubahan hal ini disebabkan karena pendeknya waktu .

III.1.5 Drs. Ch. Singgih Waluyo, 1995 – 2001.Periode kepemimpinan Bapak Drs. Ch. Singgih Waluyo SMA Negeri 1 Prambanan semakin mendapatkan kepercayaan mayarakat, apalagi setelah memperoleh kepercayaan dari Pemerintah yang memberi penghargaan Tipe B. pada tahun 1995. Dalam memenuhi sarana dan prasarana untuk segera menambah kelas disetiap tingkatan maka dibangunlah ruang kelas yang membujur kebarat disebelah selatan lapangan upacara yang sekarang ditempati ruang kelas X A, XB, XC,XD,XE, XF dan juga ruang labaratorium Biologi serta ruang kelas yang sekarang ditempati III IPA 1 dan III IPA 2.Setelah ruangan sebagai sarana disiapkan maka SMA Negeri 1 Prambanan membuka 6 kelas pararel hingga sekarang SMA Negeri 1 Prambanan sebanyak 18 kelas yang terdiri dari kelas X sebanyak 6 kelas, Kelas XI sebanyak 6 kelas dan kelas III sebanyak 6 kelas.

III.1.6 Drs. Suharyoto, 2001 - 2008Perkembangan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. Suharyoto ternyata melanjutkan program sebelumnya dengan menitik beratkan pada peningkatan kwalitas bagi kelulusannya sekaligus memberi bekal siswa didik yang tidak ingin melanjutkan jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi, namun memilih memasuki lapangan kerja.Untuk itu maka dibangunlah ruang ketrampilan baik ruang menjahit maupun ruang computer dengan mendapat dana dari pemerintah yang berupa Block Grant Bis Mutu, Dana tersebut disamping untuk memperbaiki ruangan juga dipakai untuk melengkapi sarana dan prasarana yang digunakan. Pada masa kepemimpinan Bapak Suharyoto juga menggunakan dana komite untuk membangun Rumah jaga, kantor satpam, kantin, sekolah, gapura sekaligus pagar besi depan, ruang ganti pakaian dan tidak ketinggalan serambi Masjid. Kini selayang pandang SMA Negeri 1 Prambanan ini ditulis dalam rangka menyambut hari ulang tahun sekolah yang sudah mencapai umur 20 tahun.


III.1.7 Drs. Mawardi Hadisuyitno, 2008 Sampai Sekarang Perkembangan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. Mawardi Hadisuyitno saat ini memiliki misi pengembangan dan pemaksimalan mutu serta perbaikan sarana prasarana baik yang berbasis teknologi dan yang tidak.

Senin, 22 September 2008

sekarat

Katamu telah bersaksi
Kenapa hatimu mati?

Kau bilang telah salat
Kenapa runtuh?

Kau perlihatkan telah puasa
Kenapa rapuh?

Kau berkata telah sedekah
Kenapa masih miskin?

Ternyata kau hanya utamakan pelengkap sebagai pembungkus akhir.
Hajimu palsu

Syahadatmu belang
Sholatmu pincang
Puasamu menahan kenyang
Zakatmu selayang pandang

hebat, peci berganti setahun sekali

Ibarat,

Empat sehat
Tak kau santap
Dengan lengkap
Hanya susu yang kau lahap

Kau bilang “biarlah yang empat lewat, terpenting kelima”

Hhhhh, siapa sekarat?

Selasa, 16 September 2008

saksikanlah

meski keringat membuncah
leleran peluh membuat tanah
dari kering menjadi basah
aku tak menyerah

walau badan lelah
pori-piri mengalir darah
mereka pun bilang aku telah payah
aku tak menyerah

sebelum jasad berkalang tanah
sebelum umur dari Tuhan habis jatah
aku tak menyerah

karena aku bukan sampah

Rabu, 27 Agustus 2008

Ayu Ibune

Jaman SMA ki pancen wayahe bocah ugal-ugalan. Demen dolanan, demen guyonan. Kadang nyeleneh lan ngguyokke. Apa maneh yen wis kumpul karo kanca, lali madhang, lali turu, apa maneh sinau. Wis, adoh tenan saka pengangen-angen.

Aku karo kanca sing akrab banget. Kanca sak bangku ana kelas. Seka kelas siji tekan kelas telu. Ora tau pisah. Anehe, yen nggolek lungguhan mesti sing mburi dewe. Ndadak, kesenengane kok ya pada. Nonton pelm action. Kui lho, jagoan sing doyan tendang-tendangan, jotos-jotosan, pentung-pentungan, kepara piting-pitingan, uga cokot-cokotan, tur mesti menang.

Kliwon, ngana jenenge kancaku. Asline mono gagah banget, Dwi Kuncoro Langen Jati. Embuh artine apa, pokoke apik tenan dirungokne kuping. Merga kabotan jeneng –jare mbah dukun- njur diganti kliwon. Saka cukur kuncung, dikalungi bawang, nganti sikil digelangi kawat bendrat. Ning ya mari tenan. Aneh. apa dukune sing pancen sekti, apa wong tuane sing goblok, wis rasah di bahas. Jare mbah dukun –jare maneh, pancen enak yen crita nganggo ukara jarene, ora kena disalahke- kuwi mau kanggo syarat kang awujut jimat. Asile saka ruwat. Adus empon-empon malem jumat kliwon.

Ngerti ta empon-empon? Iku, kembang pitung rupa cacahe. Di rendem banyu panas, njur dingo adus tengah wengi.

Kedadean iki tak alami nalika munggah kelas telu. Ya wis mesti saka kelas roro ta, masak kelas siji. Yen kelumpat siji langsung telu, ndak disengeni depdikbud. Aku sak kloron jane mono ya pinter, ra bakalan keteter langsung munggah kelas telu. Ning, ora oleh, mesti wae.

Aku lan kliwon pada dene kaweden utawa jireh yen kudu nyeraki bocah wadon. Ning, kanggo tes mental, aku sak kloron di wanek-wanekke nyoba kenalan karo cewek. Ayu tenan, kuliti putih, rambute potong cendak –ning ora brondhol lho- ndadak anake wong sugih pisan. Wis jan, tantangan abot ki.

Wiwik, arane cah wadon mau. Ndilalah kersanengalah, bocahe ki grapyak, semanak. Njur, pamburine sipat sing enak kuwi mau ndadekna aku lan kliwon salah sangka. Dikirane seneng. Ning durung jelas sapa sing dipilih.

Wis, rasah di jlentrehake. Singkate crita, aku lan kliwon janjian arep teka ana omahe wiwik. Dina minggu, wayah sore bar ashar. Aku sak kloron apel. Gayane manteb tenan. Numpak motor Honda 70 sing sepedo metere mung tekan angka pitung puluh. Operane gigi mung tekan telu. Kelingan ta karo montor iki? Rupane abang, bensine mung amot rong liter setengah.

Kathokku cutbray model kaya sing kerep dingo A-Rafiq –penyanyi dangdut. Sing isa dinggo nyapu ratan yen mlaku. Dene kliwon, clanane model baggy. Iku lho, sing ngisor cuilik, njur bokonge kombor, bokonge katon tepos. Kaose sragam olahraga kelas siji. Rupane putih asline, nig wis dadi semu kuning. Keseringen di pe ana srengenge. Arep nganggo kaos liyane ora nduwe. Jan, kere tenan koq. Ya iki sing ndadekna kurang pedhe yen arep nyeraki cah wadon.

Tekan ngarep lawang, mak jegagik. Sing mbukak jebule dudu wiwik. Ning Kenya ayu kinyis-kinyis, ndadak raine alus banget, alise celaan mlipis, lambene, weleh-weleh. Apa maneh eseme, marai nggeblag temenan. Ngana maneh, ayune katon alami banget. Karo wiwik ora ana miripe babar blas. Apa ya tumon, wiwik turun seka bapakne kabeh?

“kulo nuwun mbak. Badhe kepanggih wiwik, wonten?” ngana basaku mlipis. Jan sopan tenan yen mertamu nggonge wong ayu. Ngalah-ngalahke arep njilih duwit. Beda adoh karo wong nagih utang. Bengis.

“oh, wonten mas, mangga mlebet. Dipun tengga sekedhap kulo celukke”, uedan, suarane empuk temen. Njur, mbalik memburi, tumuju pawon. Wuih, bokonge. Hayoo, aja ngiler.

Aku wis ana feeling, mesti kliwon ora sida ngesir wiwik. “milih mbakyune ki mesti” batin atiku.

Sak wetara di tinggal mamburi, aku wong loro ana ruang tamu. Celingak-celinguk kagum karo ruangan sing apik temata. Sinambo jagongan bisik-bisik.

“yaw is won, kowe wiwik, aku mbakyune” kandaku ora gelem kedhisikan.

“emoh, kowe sing kawit wingi ngebet wiwik koq”

“ora sida wis, nggo kowe wae” aku moh kalah.

“ya wis, manut. Nggo kowe. Wiwik ya ra elek koq. Ning aja mbalela loh ya?” ujare kliwon pasrah. Ning, ndadak nganggo syarat barang. Iku mung isa-isane kliwon wae. Cethane ki, yen di sawang saka prejengan genah kalah bagus karo aku. Aku ya wis modal bensin barang.

Jebule, pas wiwik metu. Lah kok, ana ngomah elik ngene. Ayune mung pas nganggo sragam sekolah. Aku lan kliwon jawil-jawilan. Critane, klowon emoh karo wiwik, pengine mbakyune. Aku semana uga. Ning, perjanjian wis ketok palu. Ora kena di ralat.

Suwe ning suwe, kliwon akrab banget karo wiwik. Aku sengaja jaga jarak, bene klowon ana kesempatan. Soale, yen aku agresif, mesti wiwik milih sing bagus ta? Mesakne kliwon.

Ndilalah, saka crita ngalor ngidul, jebule oh jebule. Mbak-mbak sing mbukak lawang mau dudu mbakyune wiwik. Nanging ibune! Blai tenan.

Oalah won, kliwon. Kok ya apes nemen aku. Ndadak kok ya wiwik uga seneng karo kliwon, minggu ngarep janjian apel maneh. Keconangan banget sak wise aku ngomong “wik, aku oleh dikenalke karo mbakyumu?”

Aku ngakoni wis, yen ruwatan lan ganti jeneng pancen nggawa kabegjan. Aku sesuk ya tak ganti jeneng, dadi pahing. Aku emoh nyeraki mbokne, isa di gorok karo bapakne wiwik mengko.

“wis manak semana gedhene kok ya isih ayu, apa rabine umur sepuluh tahun pa ya?” guyonku karo kliwon, liya wektu.

Lingsir wengi

Ana ing wayah ngene, mangsa ketiga. Ngayogyakarta sisih wetan, katon sumringah. Najyan godhong-godhong pada kleleran ana lemah, mobat-mabit kesapu angina. Wit-wit pada mranggas, kayata wanita tanpa busana. Nyeni, elok, edi, peni, kasawang mripat adhem.

Ana ndesa kene, aku wis biasa yen wayah sore, nglaras ana empe omah. Ngrungokke gendhing jawi utawa dangdut koplo. Apa maneh malem minggu ngene. Dhewekan, ora ana sing ngaplei. Jare kanca, rupaku ya ayu. Paling ora, manis lah. Jarene budhe. Nanging, kanca priya durng ana sijio sing nyedhaki. Apa merga aku seneng dhewekan?

Ujare mbokku, aku ini pancen Kenya sing kuper, isinan, lan senengane nyempil ana kamar tinimbang kluyar-kluyur ora ana juntrunge. Priye maneh, aku mung sak drema ngelingi dhawuhe kanjeng nabi. Wanita iku luwih becik ana ngomah, ndak marahi ndadekna pitnah. Merga, aja maneh wangi ambune awak, utawa kemlambehane tangan sing luwes, apa maneh lenggak-lenggok bokong sing goyang ora sengaja yen mlaku. Dene, suaranane wae aurat.

Aku dadi kelingan, tahun-tahun kapengker, wayah isih ana udan. Kanca jaman SMA biyen, nate kebetheng wektu njileh buku. Wayah wis ngarepake surup. Ora tega yen peteng-peteng kudanan, bapak njur ngancani bonah lanang mau ngobrol sinambi ngenteni udan mandeg. Nanging kok suwi, ora terang-terang. Malah kayane ngece, delok rintik, delok grimis, delok maneh byur-byak banyu kaya di sok saka langit.

Wayah semana, bapak njur akon aku supaya ngancani bocah mau. Ya wis, wong loro jagongan. Sinambi dolanan banyu ithir-ithir sing tiba saka tritisan, guyon cilik-cilikan kaselip ana ing antarane geguritan. Ya kuwi, pisan aku rumangsa ngrasakke seneng jagongan karo priya. Ana njero ngomah, bapak ngrungokne kaset Didi Kempot, kumpulan dandut koplo. Pas banget, lagune “Lingsir wengi”. Bapak leyeh-leyeh, merga sedina muput nyambut gawe ana sawah. Macul pari sing wis arep mrekatak.

Eh, ndadak kok aku nduwe pangajab. “ah, mbok iya, udan iki rasah terang. Aku kaya ora lila yen wekti iki cepet entek”, ngana batin atiku. Lah, ya embuh. Wektu kuwi apa sing tak rasakke. Sing mesti, kawit saiki aku ngarep-arep banget anane priya sing wektu iku tak kancani.

Saiki, wis luwih sepuluh tahun. Aku tansah pengin mbaleni krungu lagu kuwi maneh. Nanging, rasane lan swasanane kok wis beda. Priya iku, wis adoh papan dununge. Kabare wae ora nate keprungu. Sing isih ana mung warisan kaset bapak “Lingsir Wengi”.

Lingsir wengi
Sepi durung bisa nendra
Ka goda mring wewayang
Kang nglelidu ati

Nalikane, mung sembrana
Njur kulina…

Minggu, 24 Agustus 2008

kereta jawa

ps : Untuk yang gak ngerti bahasa “masa kecilku”, ada translate dalam bahasa Indonesia dalam postingan di blog satunya : http://oyotgatelpalungsalwangga.blogspot.com

Yen wis titi wancine para manungsa
Tumekan pesthene entek kontrake
Jatah umur saka Gusti sing kuwasa

Wis patrape sing arane manungsa
Asipat apik utawi ala
Ling paneling luwih utama
Kejaba ngumbar nepsu angkara murka
Srakah ngudi seneng sak wetara
Lali mring kabegjan sing luwih temata

Rungakna kandaku,

Tanpa guna emas picis raja brana
Sandangan mlipis, ageman sarwo edi busana
Ditinggal kabeh, kejaba selembar gombal putih
Among polahmu sing ndadekna adhem kaya warih

Lakumu kairing udan tangis
Tumpakaanmu kereta jawa
Rodane saka manungsa
Kang arane keranda
Tumuju lemah sing wis tuwa

Ora ana kasur, bantal, guling utawa kemul
Ora ana lawang, cendila utawa bolongan semilir

Sanajyan ngalor, ngidul, ngulon utawa ngetan
Among siji sejatine dalan tumuju
Anggep wae geguritan

Ora ana calon dokter, pilot utawa insinyur
Apa maneh montor mabur
Anane mung siksa kubur

Ditinggalna bojo ayu
Nyenengke wong sing nemu

Ditinggalna banda akeh, sugih brewu
ora bakal dijak mlaku-mlaku
salah kaprah,
anak kadang lan para sedulur penthung-penthungan
cokot-cokotan rebutan warisan

elingana, urip wong sak drema idep
mancik mripat, manis.
Begitu rontok, tiada dilirik

Jumat, 22 Agustus 2008

babi ngesot

Banyak yang menganggap kekurangan phisik adalah bencana. Ada juga yang menganggap sebagai kelemahan diri. Lebih ekstrim lagi, menjadikannya kebo ijo (kambing hitam sudah punah) untuk membesarkan hati karena tidak kunjung mengukir prestasi. Berkarya, apalagi.

Lain halnya dengan manusia jenis yang satu ini, Raditya Dika. Posturnya pendek ‘kuntet’ justeru menimbulkan daya tarik tersendiri. Meskipun, tidak Cuma sekali dua menjadikannya gagal dalam membina cinta. Disisi lain, kelakuan tengil dan penderitaan yang ditulis dengan gaya ceria, menjadikannya buku humor luar biasa laris.

Satu lagi, karakter usil (kreatif) dibuktikan lewat buku “babi ngesot – datang tak diundang, pulang tak berkutang” telah menembus cetakan keempat bulan juni lalu. Bahkan, dalam satu bulan ‘mei’ telah mengalami dua kali cetak!

“dia lalu menarik baju gue,…., panik habis. Apa yang harus gue lakukan sekarang? Sayang, epilepsy gue gak bisa dikeluarkan kapanpun gue mau” gaya penulisan yang ‘radit banget’ menghiasi seluruh isi buku ini.
Simak pula cara ia menyapa pembaca “kamu yang disana, selamatkanlah aku, wahai… si buta dari gua hantu”. Asal! (temukan dihalaman 13). Memang, komunikatif sih.

Ada juga pelajaran moral disodorkan (halaman 16), “jika kamu dikerjain senior, kamu tidak perlu lari lebih cepat dari dia. Hanya, lebih cepat dari teman kamu”. Ini, diceritakan Radit saat ospec masa SMA. Buntutnya, dari tiga makhluk unik, satu diantaranya menjadi korban karena ditinggal kabur. Bahaya memang, tradisi cari selamat dengan mengorbankan teman tak luput disodorkan dalam buku ini. Bukan merupakan kekurangan sih, hanya saja rawan jika nantinya menjadi trend pembacanya.

Mengenai kelebihan, urat ketawa bakal terbetot habis saat membaca. Fresh seketika. Tagihan telpon, rekening listrik, cicilan kartu kredit, lupa begitu pegang buku ini.

Tak jarang, dalam angkutan umum seorang pembaca tiba-tiba tertawa ngakak tanpa tahu sebabnya. Penumpang lain pun kaget, ada beberapa yang menempelkan jari telunjuk miring di jidat. Sinting!

Apa yang dikatakan Radit saat menang main Nintendo dengan adik kembarnya? “ayo, cepat hara kiri pakai pensil, biar terhormat!”. Langsung anak kelas tiga SD itu berdiri tegak, ambil posisi baris berbaris dan “hadap kiri grak!”. Saat sampai halaman inilah seorang pembaca kontan menangkupkan buku menutupi wajah. Bahu berguncang, menahan geli. Agaknya malu ketahuan sesama penunggu kereta, ketawa sendirian.

Setengah mati, nahan ketawa baca “babi ngesot”, buku keempat Radit setelah kambing jantan, cinta brontosaurus dan radikus makankakus. Dari mulai gigit bibir (tak sampai berdarah loh), gemeletuk gigi, tahan nafas, sampai pura-pura bersiul. Gagal total! Jangan heran kalau airmata mendadak tumpah –saking geli-, atau juga perut jengah tertawa dari mulai lembar pertama sampai sampul belakang.

Untuk yang lagi dikejar-kejar debt-collector, luangkan sejenak baca buku ini. Bagi yang nunggak cicilan rumah, apalagi. Wajib. Lupakan dengan mengumbar urat ketawa segedhe-gedhenya. Tapi, kalau sampai ada yang sakit perut –bengkeh- tanggung sendiri!

Oh iya, komiknya ada juga beberapa lembar. Disisipi dalam beberapa bab sesuai tema. Lihat gambarnya saja (hal 29 – saat Radit diinjek-injek adiknya) sudah ketawa, apalagi baca. “berat badan Ingga seberat sapi Australia hamil”, demikian tulisannya. Inilah kelebihan lain dari buku humor ini. Tunggu apalagi, segera usir stress anda. Jangan tunggu menggunung, bisa depresi nantinya. Cari babi ngesot di toko buku terdekat! Atau, nunggu ketawa harus bayar pajak?


Judul buku : babi ngesot – datang tak diundang pulang tak berkutang
Penulis : Raditya Dika
Tebal : 237 halaman ( sekali duduk, kelar baca)
Harga : Rp. 32.000,- (tergantung belinya dimana)
Penerbit : bukune, jakarta

Selasa, 19 Agustus 2008

kolaborasi

Dua tahun lewat empat bulan, kalender masehi.
Usiamu kini
Membelalakkan hati
Mengundang gundah, sekaligus geli

“Ayah, Rangga sudah bisa rukun islam. Tanyain deh” isteriku setengah berbisik.

Aku bangkit, berlagak seorang guru.
“Rukun islam ada…!” kataku, kemudian setelah itu suara cedal-nya menyahut. Berseling dengan interupsi dariku.

“Ima” (lima)

“Satu” jari telunjukku beraksi.

“adat” (syahadat)

“dua”

“towat” (sholat)

“tiga”

“atat” (zakat)

“empat”

“uata” (puasa)

“lima”

“aek aji a-yang empu! Anda ebaatt…!” (naik haji bagi yang mampu) teriakan setelah kata ini yang membuat aku terbelalak geli –Rangga hebat..!. sungguh, ungkapan rasa percaya diri akan kemampuan “menghafal” ilmu baru”

si kecil itu langsung bangkit, dan menunjuk gambar tempel di tembok. Jejeran huruf hijaiyah dari alif sampai yak, juga anka satu sampai sepuluh dalam huruf arab.

“ayang, ayah uduk. Ni, apa?” (sekarang, ayah duduk. Ini apa?)

“bak”

“ini”

“tak”

“mmm, o wang ini?” (kalau yang ini?)

“yak”

“inteng….” (pinter…)

Aku tersenyum geli memerankan drama sebabak itu. Sore itu begitu indah, hawa sejuk meresap. Terimakasih isteriku, engkau telah mendidik buah hati kita dengan baik. Tak kan pernah kulupakan moment ini. sepulang kantor hari-hari berikutnya, aku akan rajin menanyakan rukun iman, lafadz syahadat, hafalan fatihah, dan...dan... Ah, ternyata ku begitu banyak berharap. salahkah?

Rangga, telah bisa mendikte ayahnya. Dan, setelah apa yang ia tunjuk semuanya terjawab dengan benar olehku, tak lupa si kecil itu memberikan apresiasi kepada ayahnya dengan kata “pinter….”.

Ingatan akan sebuah moment keindahan, terkadang tertuang dalam tulisan tak seindah apa yang kurasakan. Karena aku bukan punjangga, tentu saja. Biarkan, hanya aku yang meresapi makna dan bahagia dibalik coretan kali ini. Bersama bisunya segenggam harapan yang tak seorangpun tahu.

Selasa, 12 Agustus 2008

ndleming wayah panjer-rina

Cangkem tanpa kemucap
Mbako tak sebul
Pega gumulung ngebaki tutuk
Sinawang mega klamat
Nutupi langit semu semburat
Wayah sore
Ngawe-awe

Oalah mbakyu,
Wewayangmu
Kok le nglelidu
Manjing ana bathuk tanpa gumuyu

Kaya diyan senthir
Mobat-mabit
Kedamu mring sumilir

Kangenku ra nguwati
Nanging, piye maneh
Dudu rupa,
Dudu bandha,
Ujarmu marang aku
Mung cukup emas raja brana,
penjalukmu
Blae…

Wuyung,
Pancen mandraguna.

Ya wis,
Aku tak nglaras “lingsir wengi”ne Didi Kempot
Sinambi leyeh-leyeh, ndleming sak karepku dhewe.
Ana ing wayah panjer rina ngene.

Senin, 14 Juli 2008

jancux

pergi kau,
enyah
jangan bawa bahagiaku.

ini gembiraku,
kenapa selalu ada padamu

ini nestapaku,
kenapa bukan ini yang kau ambil

goblok
bahagiaku, selalu kau bawa?

maling

kamu maling
dia seperti kamu
mereka seperti dia
aku seperti mereka

aku maling?

aku merasa, bangun tidur terus bekerja
akhir bulan dapat gaji.
dari gaji, aku beli beras. makan.
maling?
apa yang aku curi?

oh, kini aku tahu.
bukan apa dan siapa yang aku curi
diriku sendirilah yang selalu kehilangan.

kehilangan jati diri sebagai seorang "abdi".

Senin, 07 Juli 2008

wajah dalam baskom

hidung besar
kuping lebar
mata jereng setengah lingkar

hidungku kenyang menghirup kenistaan
kupingku penuh suara kedukaan
mataku nanar setiap saat oleh penderitaan

apalagi yang harus ku serap?

Selasa, 27 Mei 2008

Iklan TV sarana Kembali ke Indonesia Raya

Judul : Iklan TV sarana Kembali ke Indonesia Raya
Tema : 100 tahun kebangkitan bangsa
Oleh : Salwangga
Untuk dikirim ke : lomba@menulismudah.com.

Ada seorang mahasiswa dibawa ke rumah-sakit. Katanya habis demo tertimpuk batu dari aparat. Saat menyadari kepalanya dibebat, ia tersenyum bangga "aku telah berbuat heroik untuk membela kepentingan rakyat miskin", batinnya. Tapi saat melihat lututnya pecah, ia meraung-raung menggemparkan seisi ruang. Tak luput suster penjaga kalang kabut bergegas menghampiri. "lututku telah hancur, dimana lagi akan kutaruh otakku" jeritnya pilu. Suster penjaga hanya tersenyum tak berani bersuara "pantas saja demo kalian selalu anarkis, mengundang kemacetan. Ternyata otak kalian di dengkul toch".

Beberapa puluh tahun silam, seorang anak bangsa Wage Rudolf Supratman begitu yakin dengan pikirannya tertuang dalam bait-bait lagu. Tidak banyak berpengaruh jika hanya badan saja yang bangkit. Jiwa yang lebih utama. Baru kemudian badan.

"Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Untuk Indonesia Raya"

WR Supratman hanyalah satu dari sekian pemuda yang telah merintis (menyumbangkan) kreasinya untuk lahirnya Indonesia Raya. 1945 merupakan tonggak sejarah yang tidak mungkin dielakkan lagi. 37 tahun sebelum proklamasi hari kemerdekaan, kaum terpelajar telah mulai merintis kebebasan berbangsa melalui lobi-lobi internasional melalui perundingan-perundingan dengan pihak luar negeri. Jago-jago diplomasi saat itu seperti DR Wahidin Sudiro Husodo, DR Sutomo, Sudarpo, dan lain-lainnya, para pemuda berusia masih berkisar 30 tahun telah demikian kuat dalam berprinsip sesuai karakter masing-masing.

Kesempatan mengecam pendidikan setaraf HIS MULO maupun STOVIA benar-benar dimanfaatkan untuk menimba ilmu menempa diri. Itulah saat titik balik sejarah bermulanya kebangkitan nasional.

Lain dulu lain pula zaman sekarang. Bagaimanapun juga jalur diplomasi dan intelektualitas lebih dapat mencuri perhatian bangsa-bangsa di dunia. Dari pada sekedar demo berujung tindakan anarkis tak berkonsep. Spontanitas, mengendepankan urat daripada pikiran. Jauh dari kesan intelek.

Hasil gemblengan para pemuda pelopor perjuangan berbasis intelektualitas sejak tahun 1908, selama 37 tahun kemudian terbukti melahirkan "proklamasi kemerdekaan" dan mendapatkan pengakuan dunia internasional secara de facto maupun de juro. Bung Karno dan Bung Hatta, dua negarawan besar negeri ini harus mengakui kecerdasan para pemuda dalam mencetuskan pemikiran melepaskan diri dari belenggu penjajah.


Kini, tahun 2008, berbilang 100 tahun hari kebangkitan nasional, seyogianya menjadi titik balik kebangkitan kembali. Tidak mungkin secepat mengedipkan mata memang. Di depan kita begitu nyata masalah-masalah yang harus segera diselesaikan. Kalau saja negeri dongeng cukuplah mengusap lampu wasiat, dilanjutkan tiga permintaan, tentulah dalam sekejap mata jin sakti langsung mengubah keadaan.

Media televisi, sangat memungkinkan untuk mendongkrak pemikiran-pemikiran pemirsa. Menyebarkan kembali Visi dan Misi Bangsa. Gunakan media penyiaran untuk mencerdaskan anak bangsa. Berawal dari sekarang, 1 abad peringatan hari kebangkitan Nasional, anak-anak dan pemuda 20 atau 30 tahun mendatang pastilah merdeka jiwanya, merdeka pikirannya untuk kemudian bangkit jiwa dan raga secara lebih berarti menuju "The Real" Indonesia Raya. Sebagaimana harapan WR Supratman telah torehkan dalam bait syair lagu kebangsaan.

Tak usahlah terlalu cepat berharap dengan mengandalkan mahasiswa saat ini, apalagi para pemimpin negeri yang semakin tua. Nyata-nyata kaum intelektual malah lebih mengedepankan demo tak bermutu untuk menunjukkan eksistensi. Berikan kesempatan lebih kepada generasi muda untuk menunjukkan kredibilitas. Sudah saatnya angkatan tua menjadi korektor dan pembimbing. Lebih fokus menjadi Kreator, Konseptor. Relakan kaum muda menjadi Eksekutor, lebih menunjukkan eksistensi diri dalam rel dan pengawasan angkatan tua.

Mengenang beberapa tahun silam DR Sutomo CS, setelah demo langsung mengumpulkan para rekan untuk membicarakan konsep diplomasi lebih lanjut akan ditempuh dengan penuh semangat nasionalisme. Mahasiswa sekarang ? sehabis demo dengan atribut pengikat kepala masih basah oleh keringat nongkrong dipinggir jalan parkir seenaknya, merokok dengan gagah sambil berhaha-hihi, lupa pada apa yang barusaja mereka demokan. Kepentingan rakyat miskin menjadi pembungkus manis mentalitas anarkis.

Endapkan masa lalu, konsentrasi pada masa kini. Godok dan siapkan mental (jiwa) anak-anak & pemuda untuk menuju 20 tahun mendatang benar-benar merdeka. Merdeka berkreatifitas, berkarya, berinovasi & berimprovisasi berbasis intelektualitas membangun negeri.

Bangkitlah para pemuda. Kobarkan kembali semangat berbangsa dan bernegara. Pemuda harapan bangsa. Ingatlah selalu pesan proklamator kita "kutitipkan bangsa dan negara kepadamu". Ditambahkan lagi oleh beliau betapa bangganya pada kaum muda "berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia".

Satu iklan pada media televisi sangat menarik perhatian. Dedy Mizwar. Resapi ucapan berikut saya coba kutip dari iklan non-komersiil 100 tahun kebangkitan bangsa :

"bangkit itu, susah.

Susah melihat orang yang susah, senang melihat orang yang senang.
Bangkit itu, takut.
Takut korupsi, takut makan yang bukan haknya.
Bangkit itu, mencuri.
Mencuri perhatian dunia dengan mengukir prestasi.
Bangkit itu, marah.
Marah martabat bangsa dilecehkan. Diinjak-injak.
Bangkit itu, malu.
Malu jadi benalu. Malu hanya minta melulu.
Bangkit itu, tidak ada.
Tidak ada kata menyerah. Tidak ada kata putus asa.
Bangkit itu, aku.
Untuk Indonesia"

Iklan menggugah kesadaran berbangsa, penuh spirit. Nuansa mistik beraroma kebangkitan rasa begitu kental dikemas apik dibawakan dengan tajam oleh sang aktor. Sudah saatnya konsep iklan komersial pertelevisian diubah. Bagaimanapun juga media televisi sangat mendominasi menjadi konsumsi wajib bagi sebagian besar masyarakat. Tantangan terbesar dihadapi saat ini adalah, pemerataan pendidikan. Terutama aplikasi atau hasil/target yang hendak diperoleh.


Rakyat miskin yang sering dikategorikan sebagai kaum marginal boeh jadi tidak mengecam pendidikan tinggi, tapi jelas. Mereka sangat mengenal acara TV. Bahkan nyaris lebih banyak nongkrong di depan TV bisa menghabiskan 4 – 5 jam rata-rata orang perhari.

Gunakan media iklan bukan hanya untuk target profit secara komersial, tetapi lebih dikolaborasikan dengan menebarkan semangat kebangsaan dan kepedulian. setiap hari bahkan setiap jam sekali seluruh saluran TV swasta diwajibkan menyiarkan iklan kebangkitan bangsa. Lambat laun secara perlahan pasti menyerusup relung hati masyarakat luas sehingga terpateri semangat kebersamaan berbangsa dan bernegara. Bagaimanapun juga, sesuatu yang dilakukan secara terus menerus hasilnya lebih bisa terarah daripada secara besar-besaran tetapi hanya setahun sekali.

Indosat misalnya, telah memulai dengan iklan versi terbaru "Indosat Cinta Indonesia". Sangat dibutuhkan iklan-iklan inspiratif sejenis untuk mendongkrak kembali semangat kebangkitan demi mencapai kejayaan Indonesia Raya.

Mengutip pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang yudoyono saat memperingati satu abad memperingati hari kebangkitan nasional di senayan "bersama ktia bisa membangun kemali Indonesia" bahkan pekik "Indonesia…. Bisa!, Indonesia… Bisa!, Indonesia … Bisa!". Begitu semangat dan gegap gempita Bapak Presiden menyemangati seluruh lapisan masyarakat untuk membangun kebersamaan.


Mahasiswa jangan sampai terjebak sikap reaksionis dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Tunjukkan keberadaan mahasiswa dengan karya yang mencerminkan intelektualitas sejati. Skripsi, tesis, maupun disertasi dibuat bukan hanya untuk memenuhi syarat kelulusan belaka. Sebarkan, agar dapat dimanfaatkan untuk membangun negeri. Aparat keamanan jangan lagi terpancing propaganda sebagian kecil kaum muda. Mereka hanya butuh bimbingan dan pengertian. Kembalilah berfungsi sebagai pengaman, bukan menambah kacau keadaan.

Bangkitlah kaum muda, inteleklah kaum mahasiswa. Pemuda adalah harapan bangsa.

Selasa, 18 Maret 2008

cinta & keindahan

sepasang remaja yg mulai merasakan getar asmara seolah merasa dunia hanya milik berdua.
co melihat si ce bagaikan bidadari dari langit tujuh,
ce melihat si co bagaikan pangeran berkuda dari negeri atas angin.
padahal klo aku lihat sich mereka berdua biasa aja, untuk yg co lebih gantengan aku malah.
sedangkan untuk yg ce jelas lebih cantik isteriku dirumah.
sebenarnya apa yg membuat rasa seperti itu ?
cinta ?
betul juga, tapi .... kyknya bukan itu dech.
sebenarnya apa sich efek samping dari cinta ?
hmmmm...... keindahan.
nach....ini dia keindahan,
yaa... keindahan. inilah jawabannya.

Indah, sebuah kata yang setiap orang mampu mengucapkan dan mampu meresapi dalam lingkup apresiasi sesuati hati.
Indah, sebuah kata yang sampai saat ini para ahli filsafat belum bisa menemukan definisi yang tepat dan mewakili segala keadaan.
Sebuah rumah dikatakan indah bila proporsional, dengan komposisi jendela dan pintu serta atap seimbang.
lantas apakah boleh dikatakan indah itu proporsional ?
tentu tidak.
Kita semua tentunya tahu bunga dan dapat membedakan bagaimana bunga yang indah dan bunga yang sekedar pelengkap taman.
Bagaimana bunga dikatakan indah ?
lain mulut tentulah lain suara yang dihasilkan, satu mulut bilang keindahan bunga berarti warna yang cerah dan segar, sementara
mulut yang laen berkata keindahan bunga terletak pada bentuk yang merekah.
lantas apakah boleh dikatakan indah itu cerah segar merekah ?
tentu tidak.

Sepasang remaja tadi mengalami perasaan keindahan yang luara biasa hebatnya,
siapa yang belum pernah "berasmara?"
Bahkan puncak pertemuan dua libido laen jenis pun masih kalah dengan "indahnya asmara" ( sorry bagi yg single ).
Tidak sedikit manusia yang saling dendam saling bunuh bahkan bunuh diri hanya karena hancurnya keindahan asmara.
Resapilah bila anda "lagi jatuh cinta" atau "jatuh cinta lagi", apakah ada yang menandingi keindahannya ?
tidak ?
pasti ada !!!!
anda sedang merenung tentang "kisah cinta" ?
mari kita sama - sama merenung tentang "cinta & keindahan",

"Apakah keindahan itu dan adakah keindahan yang melebihi sepasang insan yang sedang jatuh cinta ?"

Keindahan dapat dirasakan oleh setiap orang.
Mata mengapresiasikannya dengan menatap melihat mengamati
Hidung dengan mengendus mencium
Telinga medengar
Lidah mengecap mencicipi
Begitu pula kulit merasakan keindahan dengan sentuhan lembut nyaman empuk hangat dingin...
Indera kita sanggup menikmati segala keindahan secara empiris dan nyata.
Disamping keindahan² diatas ternyata ada lagi keindahan yang tidak dirasakan oleh panca indera alias keindahan non-inderawi.

Indahnya bunga rumah gunung serta aneka panorama alam jelas itu keindahan secara inderawi karena langsung dinikmati oleh
panca indera. Sedangkan cinta syair puisi cerpen cerbung roman novel merupakan keindahan secara non-inderawi karena
hanya dapat dinikmati oleh kekuatan keyakinan dan ketinggian jiwa serta daya imaginasi seseorang.

si Bahlul yang sedang kasmaran dengan ceweknya memandang bahwa ceweknya paling cantik paling manis paling sexi dan
paling segalanya, dimatanya segala keindahan terpancar dari setiap lekuk dan laku si cewek sang primadona hati.
Namun tanpa bermaksud melecehkan apalagi menginkari kesempurnaan penciptaan Ilahi, selidik punya selidik cewek si Bahlul
ternyata berkulit gelap rambut setengah gimbal hidung pesek bibirpun kering seperti menderita sariawan tiada henti.
Itulah cinta, itulah keindahan non inderawi versi si Bahlul yang sedang kasmaran dengan ceweknya.

Pernah membaca "harry potter ?"
Atau "Ayat - ayat cinta nya Habiburrahman El Syirasy ?"
Atau mendengar "Motivator dari Andrew Wongso ?"
Bagaimana imaginasi anda begitu melayang seolah ikut menjadi salah satu tokoh yang sesuai dengan karakter anda ?
Itulah keindahan non inderawi yang bersumber pada kekuatan imaginasi.
Semakin bersih hati semakin tinggi konsentrasi semakin terlatih pula menikmati keindahan jenis yang kedua ini.

Ada satu cerita yang tertuang dalam "tragedi karballa", drama ini menceritakan tentang terbunuhnya cucu Nabi Muhammad Saw
di padang gersang bernama karballa Hasan & Husein. Beliau adalah anak Ali bin Abitholib dan Fatimah Az-zahra.
Apabila anda berkesempatan membaca drama itu atau mengikuti pementasannya, tentulah terpana dengan untaian
syair - syair khas timur tengah nuansa kematian bahkan tidak jarang orang yg menitikkan air mata melihat tragedi itu.
Terlebih lagi bila kekuatan cinta terhadap imam Ali menantu Rosululloh turut andil dalam memperkuat imaginasi anda, bisa jadi
berbutir-butir kristal airmata menetes tiada henti dari kedua sudut jendela hati.

Bersihnya hati murninya cinta sempurna keindahan
semakin bersih hati manusia
semakin murni pula cintanya
semakin sempurna keindahan yang dirasa

Dari bermacam syair segala syair, bermacam bacaan segala bacaan, bermacam petuah segala petuah, tidak ada yang lebih
indah dari Al-qur'an. Umar bin khattab yang begitu ganas memerangi islam begitu bengis tanpa belas kasihan luluh dan menangis
tersedu sedu karena bacaan Al-qur'an. Seorang Muhammad menjadi pemimpin dunia dan menjadi orang nomor satu didunia karena
menjiwai Al-qur'an bahkan beliaulah Al-qur'an berjalan. Merekalah orang- orang yang sanggup menikmati derajat tertinggi keindahan non
inderawi. Bersama tulisan ini bersihkan hati buang segala iri dengki sumpah serapah marah menggunjing orang dan bermacam perusak hati lainnya maka Insya Alloh kita akan merasakan menikmati keindahan Al-qur'an merasakan keindahan religi yang jauh lebih indah dari kasmarannya si Bahlul. Dengan demikian manusiapun mencapi keindahan cinta yang tiada bandingannya, itulah cinta pada
Sang Pencipta Al-qur'an, Alloh Azza wa Jalla.

Aku begitu mentertawakan si Bahlul yg menganggap ceweknya adalah bidadari menjelma manusia. Apakah aku sedang mentertawakan
orang yg mencintai Alloh dan Rosulnya ? Apakah aku juga mentertawakan orang yg menitikkan air mata karena hatinya tersentuh oleh
Alqur'an ? hmmmm........ wajar saja dan syah - syah saja klo aku mennertawakan mereka, karena aku belum jatuh cinta sebagaimana
mereka.

Minggu, 16 Maret 2008

Emprit Ganthil

Ngoceh..
Ndleming
Sak karepe dhewe